Laman

Minggu, 08 Juni 2014

PENILAIAN KINERJA


Pengertian Penilaian Kinerja 
    Penilaian prestasi kerja  menurut  Utomo, Tri Widodo W. adalah proses untuk mengukur prestasi kerja  pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standar kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 
    Siagian (1995:225–226) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah: Suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang di dalamnya terdapat berbagai faktor seperti :
  1. Penilaian dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan;
  2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif;
  3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan lima maksud:
  4. Apabila penilaian tersebut positif maka penilaian tersebut menjadi dorongan kuat bagi 

a. pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi pada masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.
b. Apabila penilaian tersebut bersifat negatif maka pegawai yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan sedemikian rupa mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
c. Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.
d. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan  secara rapi dalam arsip kepegawaian setiap pegawai sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai bersangkutan;
e. Hasil  penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang dambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
    Penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:394) merupakan suatu sistem formal yang secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan tugas-tugasnya.
    Sedangkan  Mejia, dkk (2004:222-223) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:
  1. Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan. 
  2. Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.
  3. Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja pegawainya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian penilaian kinerja, terdapat benang merah yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang mendukung kesuksesan organisasi atau yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Proses penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja pegawai terhadap standar yang telah ditetapkanatau  memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas. 
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja  menurut  Werther dan Davis (1996:342)  mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
  1. Performance Improvement. Yaitu memungkinkan  pegawai dan manajer untukmengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
  2. Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
  3. Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
  4. Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
  5. Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
  6. Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
  7. Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama dibidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
  8. Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa  placement decision tidak diskriminatif.
  9. External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktorfaktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
  10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.

Berdasarkan kesepuluh tujuan di atas, pihak manajemen  Perusahaan Daerah Air Minum  Kota Surabaya seperti yang diutarakan oleh Direktur Utama pada saat presentasi laporan magang mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Airlangga bulan Agustus 2004 mengarahkan tujuan penilaian kinerjanya untuk:
  1. Memberikan feedback bagi pegawai dan urusan kepegawaian
  2. Dipergunakan sebagai pertimbangan penentuan sistem  reward (namun pada kenyataannya berdasarkan hasil penilaian kinerja periode Desember 2004, justru penilaian kinerja  sebagai pertimbangan penentuan  punishment bagi pegawai  yang kinerjanya kurang baik) 
  3. Dipergunakan sebagai pertimbangan promosi dan rotasi pegawai
  4. Dipergunakan  sebagai sumber informasi tentang kebutuhan pelatihan dan pengembangan pegawai.
Elemen Penilaian KinerjaPenilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para  pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja  Werther dan Davis (1996:344) adalah:
A. Performance Standard
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu validity, agreement, realism, dan objectivity.
  1. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
  2. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua  pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di atas.
  3. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
  4. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai
B. Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional  (functional utility), keabsahan  (validity), empiris  (empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis  (systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
a. Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan  pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b. Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.Dimensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian kinerja.  Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah  people-based criteria, product-based criteria, behaviour-based criteria.

C. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating)yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya yang terjadi.
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif. Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain.
D. Analisa Data Pengukuran
Setelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah dikumpulkan data-data yang diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan dengan melakukan wawancara, survei langsung, atau meneliti catatan pekerjaan dan lain sebagainya.  Data-data tersebut dikumpulkan dan dianalisa apakah ada perbedaan antara standar kinerja dengan kinerja aktual. 
E. Bias dan Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan  pegawai.  Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:
  1. Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai  cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
  2. Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilaiyang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan  severity effect  ialah penilaicenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap  pegawaisehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
  3. Central tendency,  yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah).  Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai  cenderung memberikan penilaian dengannilai yang rata-rata.
  4. Assimilation and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baikdibanding yang lainnya;
  5. First impression error,  yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang  pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;
  6. Recency effect,  penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.

Metode Penilaian Kinerja
Banyak metode dalam penilaian kinerja yang bisa dipergunakan, namun secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu past oriented appraisal methods (penilaian kinerja yang berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal methods (penilaian kinerja yang berorientasi ke masa depan), (Werther dan Davis, 1996:350).
Past based methods  adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang dari pekerjaan yang  telah  dilakukannya. Kelebihannya adalah  jelas dan mudah diukur, terutama secara kuantitatif. Kekurangannya adalah kinerja yang diukur tidak dapat diubah sehingga kadangkadang justru salah menunjukkan seberapa besar potensi yang dimiliki oleh seseorang. Selain itu, metode ini kadang-kadang sangat subyektif dan banyak biasnya. 
Future based methods  adalah penilaian kinerja dengan menilai seberapa besar potensi pegawai dan mampu untuk menetapkan kinerja yang diharapkan pada masa datang. Metode ini juga kadang-kadang masih menggunakan past method. Catatan kinerja juga masih digunakan sebagai acuan untuk menetapkan kinerja yang diharapkan. Kekurangan dari metode ini adalah keakuratannya, karena tidak ada yang bisa memastikan 100% bagaimana kinerja seseorang pada masa datang.
Pengkasifikasian pendekatan penilaian kinerja oleh Wherther di atas berbeda dengan klasifikasi yang dilakukan oleh Kreitner dan Kinicki (2000). Berdasarkan aspek yang diukur,  Kreitner dan Kinicki mengklasifikasikan penilaian kinerja menjadi tiga, yaitu: pendekatan  trait, pendekatan perilaku dan pendekatan hasil. Pendekatan  trait adalah pendekatan penilaian kinerja yang lebih fokus pada orang. Pendekatan ini melakukan perankingan terhadap  trait atau karakteristik individu seperti  inisiatif, loyalitas dan kemampuan pengambilan keputusan. Pendekatan  trait memiliki kelemahan karena ketidak jelasan kinerja secara nyata. Pendekatan perilaku, pendekatan ini lebih fokus pada proses dengan melakukan penilaian kinerja berdasarkan perilaku yang tampak dan mendukung kinerja seseorang. Sedangkan pendekatan hasil adalah pendekatan yang lebih fokus pada capaian  atau produk. Metode penilaian kinerja yang menggunakan pendekatan hasil seperti metode management by objective (MBO), (Kreitner dan Kinicki, 2000:303-304).
Metode-metode penilaian kinerja  yang sesuai dengan pengkategorian dua tokoh diatas yang paling banyak digunakan menurut Mondy dan Noe (1993:402-414) adalah:Written Essays,  merupakan  teknik penilaian kinerja yaitu  evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan pekerja, kelemahannya, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.
Critical Incidents,  merupakan  teknik penilaian kinerja  yaitu  evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad  behaviour) pegawai.Graphic Rating Scales, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu  evaluator menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala dalam mengukur faktor-faktor kinerja (performance factor  ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif dan  tanggung jawab  pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, misalnya, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya. 
Metode ini merupakan metode umum yang paling banyak digunakan oleh organisasi.Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS), merupakan  teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai  pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya adalah penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima suap dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila  pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode 
ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan. Pada contoh di atas, nilai 4 dideskripsikan dengan tidak menerima suap dari pelanggan. Nilai 7 dideskripsikan dengan menolong pelanggan yang membutuhkan bantuan. Dengan mendeskripsikannya, metode ini mengurangi bias yang terjadi dalam penilaian.Multiperson Comparison,  merupakan  teknik penilaian kinerja yaitu seorang  pegawaidibandingkan dengan rekan kerjanya.

Sumber :
http://samianstats.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-kinerja.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar